Oleh : Arum
Angger Rosiah
arumangger@gmail.com
“Mba kok mau
sih menikah sama dia tanpa mengenal terlebih dahulu?” ada yang penasaran nih.
Ya begitulah.
Pertanyaan yang selalu mampir di otak kalau-kalau ada mbak-mbak ‘berjilbab lebar’
yang menikah dengan proses yang syar’i. Padahal, mbak yang diberi pertanyaan
juga biasa saja, tanpa ragu. Begitulah kalau sudah taaruf dengan benar.
Apa itu taaruf?
Taaruf itu berasal dari kata ta’arafu yang artinya saling mengenal dan secara
istilah adalah proses saling mengenal antara seseorang dengan orang lain dengan
maksud untuk saling mengerti atau memahami. Mengapa ada taaruf yang benar dan
taaruf yang salah? Karena akhir-akhir ini banyak yang menyimpangkan taaruf
dengan pacaran.
“Kan sama saja
mbak, kalau pacaran kan juga saling mengenal?” Duh, ngotot banget ini anak.
Taaruf dan
pacaran itu jelas berbeda, kalau taaruf memiliki jangka waktu yang jelas dan
ada manfaat serta tujuan syar’i, yaitu
menikah. Sedangkan pacaran? Ga ada tujuannya. Bahkan pernah ada di dunia maya
yang share bahwa sudah melangsungkan pacaran selama tujuh tahun namun
akhirnya sang wanita menjadi istri sah orang lain. Nyesek kan?
Taaruf tidak
ada interaksi antar laki-laki dan perempuan seperti khalwat. Jadi kalau sedang
melangsungkan taaruf, pasti ada pihak ketiga, entah itu guru ngaji, orang tua,
kakak, adik, bahkan saudara. Setiap melakukan interaksi, harus diketahui oleh
orang lain, nah ini letak perbedaannya.
Setelah
melaksanakan taaruf dan dirasa cocok, maka menuju ke fase berikutnya yaitu fase
khitbah, atau orang jawa biasa menyebutnya ‘lamaran’. Taaruf dan khitbah
merupakan proses yang dijalani oleh seseorang yang beriman yang telah mantap
hatinya dan siap untuk menikah. Jadi fase taaruf itu bukan fase main-main ya gengs.
Kita benar-benar mencari pendamping hidup, ayah dari anak-anak kita atau ibu
dari anak-anak kita. Taaruf dan khitbah bukan produk substitusi pacaran, bukan
pula pembungkus pacaran. Catat itu.
“Nah kalau
begitu mbak, gimana sih proses taaruf itu?”
Taaruf itu
didahului dengan persetujuan awal kedua belah pihak setelah mendapatkan
referensi. Maksudnya disini bukan referensi seperti daftar pustaka ya.. hehe
tapi sumber yang jelas mengenai si calon.
Kemudian, dalam
taaruf tidak ada berduaan, selalu ditemani mahrom, setelah itu boleh mekakukan
nadhor (melihat secara fisik atau bertemu langsung) sewajarnya, dan kemudian
yang terakhir yaitu istikharah dan istisyarah. Istikharah berguna untuk
memantapkan hati kita dalam menerima sang calon, sedangkan istisyarah yaitu
memusyawarahkan setiap keputusan dengan keluarga. Ingat gengs, kalau
menikah itu sejatinya kedua keluarga juga menikah, diikat, dalam sebuah tali
yang disebut pernikahan, jadi ridho keluarga apalagi kedua orang tua juga
perlu.
“Oh gitu ya mbak,
oke deh mbak, doakan saya agar mendapatkan pendamping hidup melalui proses yang
syar’i yang diridhoi Allah ya mbak... membangun keluarga dambaan umat, kekal
hingga akhirat..aamiin”
Menikah dan menjadi orang tua bukanlah
pekerjaan kecil. Ia adalah pekerjaan peradaban, pekerjaan hati sekaligus
pekerjaan fisik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambahkan Komentarnya :)