Rabu, 10 April 2013

AAI , kau mengalihkan duniaku :)


Keluarga Kecilku
By: Arum Angger Rosiah

Sepenggal Puisi untuk AAI
Asa itu kembali muncul
Menyelinap masuk dalam kalbu
Dalam lingkaran halaqoh ini
Setetes embun keimanan tercipta
Mengenai seluruh tubuh
Dingin, segar, menentramkan
Ukhtifillah,
Semoga lingkaran halaqoh ini
Berawal namun tak berakhir
Ikatkan hati-hati kita
Dalam tali ukhuwah
Hanya mengharap ridhoNya
Semoga kita semua
Bertemu kembali di gerbang surgaNya

Inilah rangkaian puisi kecil yang kutulis ketika kudengar suara hujan, sore itu. Sore yang indah, di penghujung AAI semester satuku. AAI adalah tempatku berkeluh kesah, mengungkapkan segala gundah dan segala asa yang ada dalam jiwa. Bertemu dengan teman-teman kelompok AAI, membuat hatiku tenteram. Hati ini selalu merindu AAI jika lama tak jumpa. Asisten AAI yang mengayomi adik-adiknya membuatku betah berlama-lama berAAI ria. Canda tawa dan senda gurau yang terlontarkan dalam setiap pertemuan AAI, sangat berkesan dalam jiwa. Lantunan puisi Allah yang selalu terdengar di setiap acara AAI membuka hati. Percikan-percikan tausiyah selalu terlontar dalam setiap pertemuannya, membuat semua hanyut dalam buaian.
Taaruf ketika pertama kali bertemu memberikan gambaran betapa indahnya ukhuwah. Ketika seseorang saling mengenal, kemudian saling memahami, saling tolong menolong, hingga ke tingkatan ukhuwah tertinggi yaitu Itsar, akan tertapaki satu demi satu. Dalam deretan AAI ini, aku pun belajar banyak. Belajar memahami satu sama lain, hingga terus memperbaiki diri menjadi insan yang lebih baik. Menjadi insan yang mencintai ukhuwah, yang mengagumi indahnya ukhuwah.
Tak ada kata terlambat. Semua insan pasti pernah lalai dan tak pernah luput dari dosa. Tak perlu komunitas yang besar untuk mengalami sebuah perubahan kecil, namun dari AAI ini, sebuah komunitas kecil dalam lingkaran-lingkaran yang terikatkan olehNya, sebuah perubahan besar dapat dilakukan. Belajar banyak untuk mengenal diri sendiri, mengenal Allah, dan mengenal RasulNya adalah awal AAI di Universitas ini.
Dari AAI inilah keluarga kecilku tumbuh. Disirami dengan percikan tausiyah yang membuat AAIku subur. Dalam kelompok AAIku, teman-temanku jarang absen. AAI selalu penuh oleh sembilan orang, kecuali jika ada yang izin sakit atau ada kepentingan mendadak. Semua teman bersuka cita menyambut AAI. Memang, di tengah kesibukan UK dan tugas-tugas, terkadang kesulitan mencuri-curi waktu untuk sekadar menyelipkan AAI. Waktu yang tepat dan tempat yang nyamanlah yang selalu kami setujui bersama. Tentunya dengan persetujuan asisten AAIku juga. Namun, di tengah kesibukan itu, AAI adalah tempat untuk menyuntik hati dengan segala morfinnya.
Iman seseorang tidak selamanya baik, terkadang naik, dan terkadang turun. Di AAI inilah tempatku untuk mengecharge kembali baterai imanku, yang rapuh ditelan kesibukan kuliah. Tugas menumpuk, Ujian, Paper dan PR adalah teman para mahasiswa. Penat selalu menumpuk di akhir pekan. Oleh karena itu, terkadang aku dan kelompokku memilih hari Jum’at sebagai hari berAAI ria.
AAI adalah keluargaku yang dapat menampung semua kegalauanku. Ketika aku sedang merindukan keluarga yang jauh di sana, ketika bermacam tugas menumpuk menjadi satu, dan ketika UK yang tak kunjung berhenti, AAI lah penawarnya. Semua keluh kesah yang membebani pundakku aku lontarkan dalam lingkaran halaqoh itu, bahkan tak jarang aku meminta saran dan memetik nasihat dari teman-teman seAAI dan dari asistenku. Setelah semua aku luapkan, hilanglah seketika gundahku. Lenyap, terbawa angin hingga ke lautan lepas.
Tak jarang juga aku menitikkan air mata ketika sedang mengeluarkan segala unek-unekku. Semua temanku hanyut mendengarkan, dan secara bergantian pula mereka dengan senang hati memberiku nasihat. Aku menyadari bahwa aku adalah seorang wanita yang rohaninya sedang kering, membutuhkan tetesan embun untuk tetap selalu membasahinya. Dan saat inilah waktu yang tepat untuk menata hati, memperbaiki diri, dan berusaha terus memayungi hati dengan puisiNya dan sunnah RasulNya. Jangan hanya menjadi bidadari dunia, namun jadilah bidadari SurgaNya. Dan Allah telah mengikatkan hati-hati hambaNya yang dikehendakiNya dalam lingkaran halaqoh ini. Semoga hati-hati kita akan selalu dekat kepadaNya ya Ukhtifillah, semoga hati ini selalu merinduiNya, dan puisiNya selalu kita lantunkan sepanjang massa. Memang benar, teruntuk yang saling merindu dan mencinta karena Dzat-Nya. Semoga Allah senantiasa menyatukan hati-hati kita dalam buaian indah Ukhuwahnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tambahkan Komentarnya :)