Keluarga
Kecilku
By:
Arum Angger Rosiah
Sepenggal
Puisi untuk AAI
Asa itu kembali muncul
Menyelinap masuk dalam kalbu
Dalam lingkaran halaqoh ini
Setetes embun keimanan tercipta
Mengenai seluruh tubuh
Dingin, segar, menentramkan
Ukhtifillah,
Semoga lingkaran halaqoh ini
Berawal namun tak berakhir
Ikatkan hati-hati kita
Dalam tali ukhuwah
Hanya mengharap ridhoNya
Semoga kita semua
Bertemu kembali di gerbang surgaNya
Inilah
rangkaian puisi kecil yang kutulis ketika kudengar suara hujan, sore itu. Sore
yang indah, di penghujung AAI semester satuku. AAI adalah tempatku berkeluh
kesah, mengungkapkan segala gundah dan segala asa yang ada dalam jiwa. Bertemu
dengan teman-teman kelompok AAI, membuat hatiku tenteram. Hati ini selalu
merindu AAI jika lama tak jumpa. Asisten AAI yang mengayomi adik-adiknya
membuatku betah berlama-lama berAAI ria. Canda tawa dan senda gurau yang
terlontarkan dalam setiap pertemuan AAI, sangat berkesan dalam jiwa. Lantunan puisi
Allah yang selalu terdengar di setiap acara AAI membuka hati. Percikan-percikan
tausiyah selalu terlontar dalam setiap pertemuannya, membuat semua hanyut dalam
buaian.
Taaruf
ketika pertama kali bertemu memberikan gambaran betapa indahnya ukhuwah. Ketika
seseorang saling mengenal, kemudian saling memahami, saling tolong menolong,
hingga ke tingkatan ukhuwah tertinggi yaitu Itsar, akan tertapaki satu demi
satu. Dalam deretan AAI ini, aku pun belajar banyak. Belajar memahami satu sama
lain, hingga terus memperbaiki diri menjadi insan yang lebih baik. Menjadi
insan yang mencintai ukhuwah, yang mengagumi indahnya ukhuwah.
Tak
ada kata terlambat. Semua insan pasti pernah lalai dan tak pernah luput dari
dosa. Tak perlu komunitas yang besar untuk mengalami sebuah perubahan kecil,
namun dari AAI ini, sebuah komunitas kecil dalam lingkaran-lingkaran yang
terikatkan olehNya, sebuah perubahan besar dapat dilakukan. Belajar banyak
untuk mengenal diri sendiri, mengenal Allah, dan mengenal RasulNya adalah awal
AAI di Universitas ini.
Dari
AAI inilah keluarga kecilku tumbuh. Disirami dengan percikan tausiyah yang
membuat AAIku subur. Dalam kelompok AAIku, teman-temanku jarang absen. AAI
selalu penuh oleh sembilan orang, kecuali jika ada yang izin sakit atau ada
kepentingan mendadak. Semua teman bersuka cita menyambut AAI. Memang, di tengah
kesibukan UK dan tugas-tugas, terkadang kesulitan mencuri-curi waktu untuk
sekadar menyelipkan AAI. Waktu yang tepat dan tempat yang nyamanlah yang selalu
kami setujui bersama. Tentunya dengan persetujuan asisten AAIku juga. Namun, di
tengah kesibukan itu, AAI adalah tempat untuk menyuntik hati dengan segala
morfinnya.
Iman
seseorang tidak selamanya baik, terkadang naik, dan terkadang turun. Di AAI
inilah tempatku untuk mengecharge
kembali baterai imanku, yang rapuh ditelan kesibukan kuliah. Tugas menumpuk,
Ujian, Paper dan PR adalah teman para mahasiswa. Penat selalu menumpuk di akhir
pekan. Oleh karena itu, terkadang aku dan kelompokku memilih hari Jum’at
sebagai hari berAAI ria.
AAI adalah keluargaku
yang dapat menampung semua kegalauanku. Ketika aku sedang merindukan keluarga
yang jauh di sana, ketika bermacam tugas menumpuk menjadi satu, dan ketika UK
yang tak kunjung berhenti, AAI lah penawarnya. Semua keluh kesah yang membebani
pundakku aku lontarkan dalam lingkaran halaqoh itu, bahkan tak jarang aku
meminta saran dan memetik nasihat dari teman-teman seAAI dan dari asistenku. Setelah
semua aku luapkan, hilanglah seketika gundahku. Lenyap, terbawa angin hingga ke
lautan lepas.
Tak jarang juga aku
menitikkan air mata ketika sedang mengeluarkan segala unek-unekku. Semua temanku hanyut mendengarkan, dan secara
bergantian pula mereka dengan senang hati memberiku nasihat. Aku menyadari
bahwa aku adalah seorang wanita yang rohaninya sedang kering, membutuhkan
tetesan embun untuk tetap selalu membasahinya. Dan saat inilah waktu yang tepat
untuk menata hati, memperbaiki diri, dan berusaha terus memayungi hati dengan puisiNya
dan sunnah RasulNya. Jangan hanya menjadi bidadari dunia, namun jadilah
bidadari SurgaNya. Dan Allah telah mengikatkan hati-hati hambaNya yang
dikehendakiNya dalam lingkaran halaqoh ini. Semoga hati-hati kita akan selalu
dekat kepadaNya ya Ukhtifillah, semoga hati ini selalu merinduiNya, dan
puisiNya selalu kita lantunkan sepanjang massa. Memang benar, teruntuk yang
saling merindu dan mencinta karena Dzat-Nya. Semoga Allah senantiasa menyatukan
hati-hati kita dalam buaian indah Ukhuwahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambahkan Komentarnya :)