Kegiatan rutin yang mempertemukan Ibu-Ibu
pada satu rukun tetangga adalah arisan. Apalagi, di daerah perumahan itu,
terkadang memiliki sekat komunikasi. Berbeda dengan daerah pemukiman desa,
sekat komunikasi antar masyarakat sangat tipis. Oleh karena itu, salah satu
wadah pengembangan masyarakat dan sebagai wadah pertemuan rutin diadakanlah
arisan rukun tetangga.
Hidup bermasyarakat adalah sebuah
keharusan. Dulu waktu kecil, aku beberapa kali mengikuti kegiatan Almarhumah
Ibu. Seingatku, dulu Almarhumah juga aktif dalam setiap kegiatan di rukun
tetangga. Satu hal yang paling kuingat adalah dulu Almarhumah pernah rempong
bikin kerajinan tangan yang didemokan saat kegiatan arisan berlangsung. Saat
itu usiaku kemungkinan masih SD, aku tak ingat betul kelas berapa. Sekarang,
untuk menggantikan beliau dan menjalin silaturahim, aku mulai mengikuti
kegiatan ini. Paling muda, dan paling harus banyak belajar.
Ingat selalu pesan Almarhumah Ibunda, “Keluarga
terdekat ialah tetangga, maka berlaku baiklah kepada mereka”. Ternyata, dalam sebuah
bacaan disebutkan,
Islam adalah agama rahmah yang penuh kasih sayang. Hak
dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia.
Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya”
(HR. Bukhari 5589, Muslim 70)
Bahkan
besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah
ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَا
زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril
senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu
akan mendapat bagian harta waris” (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي
الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ
وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan
kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An
Nisa: 36)
Syaikh
Abdurrahman As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih dekat
tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempererat
hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah, dengan
sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak
memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan” (Tafsir As Sa’di,
1/177)
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam juga bersabda:
خَيْرُ
اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ ، وَخَيْرُ الْـجِيْرَانِ
عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِـجَارِهِ
“Sahabat
yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap
sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik
sikapnya terhadap tetangganya” (HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156,
dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)
(Baca selengkapnya https://muslim.or.id/10417-akhlak-islami-dalam-bertetangga.html)